Adaptasi menjadi kunci agar manusia bisa bertahan. Hal itu dikemukakan Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Gilbert Simanjuntak, Selasa (20/8/2024).
Cuaca panas siang hingga malam hari selama beberapa bulan belakangan. Menurut Gilbert, hujan sesekali mengguyur Kota Jakarta sempat menurunkan suhu udara dan emosi masyarakat menjadi lebih terkendali.
“Disadari atau tidak, udara dan cuaca panas bisa mengganggu emosi dan memunculkan berbagai masalah kesehatan mental. Di beberapa daerah di Jawa, hingga kini masih ada yang belum merasakan hujan. Namun, tiupan angin yang menyejukkan dapat mengurangi emosi dan beban jiwa mereka beberapa bulan terakhir akibat cuaca dan udara panas,” papar dia.
Kualitas udara di Jakarta kembali memburuk memasuki musim kemarau tahun ini. Bahkan merangkak menuju level terburuk di dunia alias juara polusi sejak Mei 2024 lalu.
Wilayah paling banyak merasakan lonjakan kenaikan suhu udara ada di wilayah padat penduduk dan pesisir utara Jawa. Termasuk Jakarta.
Meningkatnya polutan udara di atmosfir selama musim kemarau, terutama di kota-kota besar dan area industri, membuat udara dirasakan tak nyaman.
“Banyak warga di Jakarta dan sekitarnya mengeluh. Stres dan marah karena ketidakjelasan pemerintah menangani polusi Udara. Sehingga udara panas jadi tak sehat. Tekanan hidup, ritme hidup cepat, dan persaingan ala kota metropolitan membuat mereka frustrasi,” urai Gilbert.
Artikel ini telah naik tayang di dprd-dkijakartaprov.go.id dengan link https://dprd-dkijakartaprov.go.id/cuaca-panas-ekstrem-bisa-mengubah-emosi/
Comments